JAKARTA - Kekerasan dan pembantaian yang
dialami warga Muslim Rohingya di Negara Bagian Arakan, Myanmar, memaksa
mereka mengungsi ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Bagaimana
tidak, pemukiman dibakar dan banyak di antara meraka yang tewas akibat
konflik antarwarga Budha dan Muslim tersebut.
Vice President
ACTion Team for Rohingya (ACT), N. Imam Akbari, menyebutkan, pada awal
Februari 2012 sebanyak 55 warga Myanmar ditemukan terdampar di perairan
Bluka Tubai, Krueng Geukuh, Aceh Utara. Namun dua di antaranya melarikan
diri saat berada di kantor imigrasi. Setelah dilakukan pendataan,
Imigrasi dan Pemda Aceh Utara mengirimkan pengungsi ke Rumah Detensi
Imigrasi (Rudenim) Pusat di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
“Isu
Rohingya ternyata eskalatif, bukan mereda malah makin parah. Kami
mengimbau dunia internasional, terutama dalam momentum Ramadhan ini,
dunia Islam berbuat sesuatu yang lebih tegas untuk meminimalisasi ekses
kekerasan di Myanmar. Perserikatan Bangsa-bangsa sudah saatnya menggelar
Sidang Khusus mengingat krisis ini menyengsarakan ratusan ribu orang.
Indonesia sebagai Negara besar di ASEAN juga harus berbuat karena etnik
Rohingya ini ada di kawasan ini,” ujar Iman dalam rilisnya yang diterima
Okezone di Jakarta, Jumat (26/7/2012).
Selain
di Aceh, sebanyak 12 warga Muslim Rohingya juga terdapat di Bogor, Jawa
Barat dan sebanyak 107 orang berada di Rudenim Tanjung Pinang, Kepulaan
Riau. "13 orang dari 107 dua itu merupakan anak-anak. Sedangkan 18 orang
dari pengungsi dewasa berstatus pengungsi yang dikeluarkan UNHCR," kata
Dony Aryanto, Relawan ACT yang hadir sebagai Advance Team di Tanjung
Pinang.
Dony yang sempat berinteraksi dengan imigran mengatakan,
para pengungsi tidak ingin pulang karena menurut mereka, negaranya
tidak mengakui Rohingya di Myanmar. Selain itu, mereka juga tidak lagi
mengetahui keberadaan keluarga akibat terpisah saat berusaha
menyelamatkan diri ketika pemukiman mereka dibakar.
“Kami tak
akan berbuat macam-macam disini, kami bisa duduk elok-elok saja, harapan
kami bisa hidup bebas," ujar seorang pengungsi Muhammad Syah kepada
Dony.
Dilanjutkannya, Muhamad Syah juga menceritakan bahwa 19
orang di antara mereka pernah melakukan mogok makan selama dua kali.
Yang terakhir dilakukan awal Juni lalu selama 9 hari. Mereka menuntut
kepada Perserikatan Bangsa Bangsa agar mereka segera dibebaskan dari
Rudenim tersebut. “Tak ada yang bisa kami harapkan lagi, kami hanya
berharap kepada saudara kami sesama muslim,” harapnya.
0 komentar:
Posting Komentar